Fakta Unik di Balik Ruwatan

Fakta Unik di Balik Ruwatan

fakta unik dibalik ruwatanBanyak sekali masalah ataupun bala bencana yang dirasakan manusia dalam mengarungi kehidupan. Sering kali mereka hanya mampu larut dalam ketidakberdayaannya tanpa mencari tahu kekuatan yang mampu menghilangkan kesialan ataupun balak bencana yang sering menghampiri kehidupannya.

Jika kita mau membuka wawasan kita pasti menjumpai berbagai cara dalam membuang kesialan. Sering kita jumpai hampir di semua belahan negara memiliki sebuah tradisi membuang kesialan dalam hidup, namun yang membedakan masing-masing negara hanyalah tata cara dalam proses ritualnya. Di Indonesia kita memiliki acara ritual dalam membuang sial dalam kehidupan dengan sebutan ruatan. Ruatan merupakan sebuah tradisi kebudayaan Jawa selama berabat – abad yang memiliki fungsi sebagai pembuang kesialan dalam hidup.

Kapankah Ruwatan itu Muncul ?

Ruwatan telah dilakukan oleh masyarakat  Jawa sejak berabat-abat tahun yang lalu, ruatan biasanya dilakukan masyarakat Jawa pada hari – hari tertentu misalnya 1 Suro ataupun satu hari sebelum puasa. Tradisi “upacara /ritual ruwatan” hingga kini masih dipergunakan orang Jawa, sebagai sarana pembebasan dan penyucian manusia atas dosanya/kesalahannya yang berdampak kesialan di dalam hidupnya.

Dalam cerita “wayang” dengan lakon Murwakala pada tradisi ruwatan di Jawa ( Jawa tengah) awalnya diperkirakan berkembang di dalam cerita Jawa kuno, yang isi pokoknya memuat masalah penyucian, yaitu pembebasan dewa yang telah ternoda, agar menjadi suci kembali, atau meruwat berarti: mengatasi atau menghindari sesuatu kesusahan batin dengan cara mengadakan pertunjukan/ritual dengan media wayang kulit yang mengambil tema/cerita Murwakala.

kesalahan dalam bertindak dalam masyarakat Jawa disebut sebagai wong sukerta. Dalam keyakinan Jawa wong sukerta ini kalau tidak diruwat akan menjadi mangsa Batara Kala. Batara Kala adalah putra Batara Guru yang lahir karena nafsu yang tidak terkendalikan. Ceritanya, waktu itu Batara Guru dan Dewi Uma sedang bercengkerama dengan menaiki seekor lembu melintas di atas samudera. Tiba-tiba hasrat seksual Batara Guru timbul. Ia ingin menyetubuhi istrinya di atas punggung Lembu Andini dan Dewi Uma menolaknya.

Akhirnya sperma Batara Guru pun terjatuh ke tengah samudra. Sperma ini kemudian menjelma menjadi raksasa yang dikenal bernama Batara Kala. Sperma yang jatuh tidak pada tempatnya ini dalam bahasa Jawa disebut sebagai kama salah kendhang gemulung. Jadi Batara Kala ini merupakan perwujudkan dari kama salah itu. Dalam perkembangannya, Batara Kala minta makanan yang berwujud manusia kepada Batara Guru. Batara Guru mengizinkan asal yang dimakannya itu adalah manusia yang digolongkan dalam kategori wong sukerta. Sukerta adalah orang yang memiliki kesialan dalam hidup.

Untuk melaksanakan Ruwatan agar kesialan dalam dirinya musnah orang yang menyelenggarakan harus melengkapi syarat-syarat yang diperlukan, di antaranya adalah sajen. Sajen untuk upacara Ruwatan secara garis besar terdiri atas: tuwuhan, ratus/kemenyan wangi, kain mori putih dengan panjang sekitar 3 meter, kain batik 5 (lima) helai), padi segedeng (4 ikat sebelah-menyebelah ujung gawang kelir), bermacam-macam nasi, bermacam-macam jenang, jajan pasar, benang lawe, berbagai unggas sepasang-sepasang, aneka rujak, sajen buangan, air tujuh sumber, aneka umbi-umbian, aneka peralatan pertukangan, aneka peralatan pertanian, serta mengadakan pertunjukan wayang kulit.